Selasa, 20 November 2012

Historitas/Sejarah Hubungan Agama dan Sains

Pola Konflik Agama dan Sains




(Masa Galileo / Abad ke-15 M)

Konflik antara agama dan sains telah dimulai sejak abad 15, ketika Galileo menentang paham geosentris (bumi merupakan pusat tata surya) yang dianut oleh gereja. Galileo dianggap mengingkari keyakinan agamanya (kristen). Galileo hanya bermaksud mentransfoermasikan sains  agar lebih bermanfaat bagi kehidupan.Ketaksesuaian agama dan sains berlanjut hingga masa sesudahnya (masa Newton / masa sains modern).

Transformasi Sains

Sejarah sains Eropa masa kebangkitan (abad 14 dan 15) mencatat bahwa sains muncul tidak hanya dalam rangka melepaskan hegemonik gereja sebagai institusi pemegang kekuasaan tertinggi, tetapi juga sebagai momentum transformasi sains ke dalam utilitas teknik (aplikasi nyata).

Sains Modern

Para ahli sejarah sepakat bahwa sejarah perkembangan sains modern beserta aplikasi teknologi yang ada sekarang diawali oleh Newton (mekanika klasik).
Mekanika klasik Newton berdampak besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan saat itu.
Konsep mekanika klasik Newton bersifat mekanistik deterministik (apabila kondisi awal dari sesuatu dapat ditentukan, maka kondisi berikutnya dapat diprediksi secara tepat).

Dampak Positif Paradigma Newton

Paradigma Newton

Revolusi Industri (Inggris, abad ke-17) dengan penemuan mesin tenun dan mesin cetak
Tahapan Industri
Mekanisasi (abad ke-17)
Energisasi (abad ke-18)
Optimalisasi (abad ke-18 s.d. ke-19)
Otomatisasi (abad ke-19 s.d. Ke-20)

Penciptaan Alam Semesta

Ada dengan tidak sendirinya
Sesuai dengan agama (alam semesta ada yang menciptakan)

Kehancuran Alam Semesta

Beberapa milyard tahun yang akan datang sesuai perhitungan waktu peluruhan neutron (inti atom)
Sesuai dengan agama (alam semesta tidak kekal)

Dampak Negatif Paradigma Newton

membentuk masyarakat yang sekularistik
mengabaikan nilai-nilai religiusitas (mengabaikan unsur Tuhan karena merasa dapat memprediksi apa yang akan terjadi)

Puncak Konflik Agama dan Sains

Charles Darwin pada abad ke-19 memunculkan bukunya The Origin of Species (hanya dengan ‘menjejer dan mengurutkan’ tulang tengkorak berusaha menghubungkan secara evolusioner)
Temuan Darwin semakin memicu ketidakharmonisan hubungan antara ilmuwan (orang yang menekuni sains) dan agamawan (orang yang mendalami nilai dan ajaran Tuhan).

Masa Reda Konflik Agama dan Sains

Abad 20

Muncul paradigma baru dalam ilmu pengetahuan
mekanistik deterministik menjadi probabilistik relatifistik

Motor

Heissenberg dan Scrodinger (Teori Mekanika Kuantum)
Albert Einstein (konsep ruang-waktu dan energi)

Probabilistik relatifistik

Sesuatu memiliki banyak kemungkinan alternatif pemecahan persoalan
Melahirkan ilmu-ilmu baru seperti material science, mikro elektronika, kimia fisika kuantum, astrofisika, dll.

Perbedaan Paradigma dalam Konsep Energi-Ruang-Waktu

Newton

Massa materi adalah kekal, ada dengan sendirinya dari dulu hingga sekarang (teori Steady State), sehingga ruang dan waktu adalah entitas yang terpisah

Einstein

Ruang dan waktu adalah entitas yang terkait satu sama lain menjadi dimensi tersendiri yaitu dimensi ruang-waktu. Tanpa ada ruang maka tidak akan ada waktu

Hubungan Agama dan Sains pada Abad 21


Latar Belakang Integrasi-Interkoneksi

Latar belakang munculnya gagasan Integrasi-Interkoneksi diantaranya disebabkan karena

1.
 2.

Pendidikan Terpadu yaitu memadukan tiga unsur antara Agama, Sains dan Filsafat untuk mengatasi krisis global seperti gambar dibah ini


Dengan adanya Integrasi-Interkoneksi akan mewujudkan hilangnya atau berkurangnya krisis seperti gambar dibawah ini



Pengertian Integrasi-Interkoneksi



Integrasi-Interkoneksi adalah upaya mempertemukan ilmu-ilmu agama (Islam) dengan ilmu-ilmu umum

Implementasi Integrasi-Interkoneksi


Sentral Keilmuan Integrasi-Interkoneksi



Tujuan Integrasi-Interkoneksi

Yaitu memahami kehidupan manusia yang kompleks secara terpadu dan menyeluruh

Harapan Integrasi-Interkoneksi 

Terwujudnya manusia yang mulia sepert i yang dijelaskan dalam (Q.S. Al-Mujadilah: 11) yaitu





Fungsi Ilmu terhadap Iman dan Amal-shalih

Ilmu Memperkuat Iman
Mengoptimalkan Amal Shalih

Memadukan Islam dan Sains (Beberapa Pendekatan)



Beberapa Pendekatan Memadukan Islam dan Sains

Pendekatan “Sains Islam”

Tokoh

Sayyed Hossein Nasr
Ziauddin Sardar
Maurice Bucaille

Gagasan

Perlunya etika islam untuk mengawal sains.
Perlunya landasan epistemologi Islami untuk suatu sistem sains (“sains islam”)

Pendekatan “Penafsiran (sentuhan) Islami”

Tokoh

Mehdi Ghulsani
Bruno Guiderdoni

Gagasan

tidak perlu membangun “sains islam” tetapi cukup memberikan penafsiran (sentuhan) islami terhadap sains yang ada saat ini

Pendekatan “Islamisasi Ilmu”

Tokoh

Naquib Al-Attas
Ismail Raji’  Al-Faruqi
Harun Yahya

Gagasan

hendaknya ada hubungan timbal-balik antara aspek realitas (sains/iptek) dan aspek kewahyuan (islam).

Implementasi “Islamisasi Ilmu” menurut Ismail Raji’ Al-Faruqi



Pendekatan “Islamisasi Penuntut Ilmu”

Tokoh

Fazlur Rahman

Gagasan

Yang harus mengaitkan dirinya dengan nilai-nilai islam adalah pencari ilmu bukan ilmunya.

Pendekatan “Ilmuisasi Islam”

Tokoh

Prof. Dr. Kuntowijoyo (Alm)

Gagasan

Perumusan teori ilmu pengetahuan yang didasarkan kepada Al-Quran (menjadikan al-Quran sebagai suatu paradigma). 

Pendekatan “Pohon Ilmu”

Tokoh

Prof. Dr. Imam Suprayogo (Rektor UIN Maulana Malik Ibrahim Malang)

Gagasan

Agama sebagai dasar pengembangan sains.
Sains dipandang merupakan bagian dari kajian keagamaan Islam.

Pendekatan “Integrasi-Interkoneksi”

Tokoh

Prof. Dr. Amin Abdullah

Gagasan

Mempertemukan antara ilmu-ilmu agama islam (hadlarah al-nash) dan ilmu-ilmu umum (hadlarah al-’ilm) dengan filsafat (hadlarah al-falsafah)

Pendekatan “Sains dan Teknologi Berbasis Wahyu”

Tokoh

Agus Purwanto, D.Sc. (Dosen ITS)

Gagasan

Pengembangan Sains dan Teknologi yang ada dalam Al-qur’an dan Al-sunnah (ontologi, epistemologi, dan aksiologi)

Tipologi Hubungan Sains dan Agama


Isu hubungan sains dan agama tidak selalu mengakibatkan  konflik  karena banyak kalangan yang berusaha mencari hubungan antara keduanya sedangkan ada  kalangan lain  juga beranggapan bahwa sains dan agama tidak akan pernah dapat ditemukan

Di akhir dasawarsa tahun 90-an, di Amerika Serikat dan Eropa Barat khususnya, berkembang diskusi tentang sains (ilmu pengetahuan) dan agama (kitab suci). Diskusi dimulai oleh Ian G. Barbour yang mengemukakan teori “Empat Tipologi Hubungan Sains (Ilmu Pengetahuan) dan Agama (Kitab Suci)”

Empat Tipologi Hubungan Sains (Ilmu Pengetahuan) dan Agama (Kitab Suci)

      1. Tipologi Konflik

Tipologi ini enganggap bahwa sains dan agama saling bertentangan dianut oleh kelompok materialisme ilmiah dan kelompok literalisme kitab suci.

A.     Pandangan Kelompok Materialisme Ilmiah

·         keyakinan agama tidak dapat diterima karena agama bukanlah data yang dapat diuji dengan percobaan.

·         sains (ilmu pengetahuan) bersifat obyektif, terbuka, dan progressif.

·         agama (kitab suci) bersifat subyektif, tertutup, dan sangat sulit berubah.

B.     Pandangan Kelompok Literalisme Kitab Suci

·         teori ilmiah melambungkan filsafat materialisme dan merendahkan perintah moral Tuhan.

Penyebab konflik agama dan sains

          Fundamentalisme Sains (ilmu pengetahuan)

          Fundamentalisme Agama (kitab suci)

Hubungan antara agama dan sains merasa dirinya benar (paling benar) dan saling menyalahkan antara satu dengan yang lain.

2.      Tipologi Independensi

Tipologi ini terjadi Karena sains (ilmu pengetahuan) dan agama (kitab suci) berada di wilayah yang berbeda (ontologi+epistemologi+aksiologi)

      3.      Tipologi Dialog

Tipologi ini mencari (secara ilmiah) hubungan (konseptual dan metodologis) antara sains dan agama, kemiripan dan perbedaannya.
Dialaog Sains dan Agama yaitu

KONSEPTUAL

          sains menyentuh persoalan di luar wilayahnya sendiri (misalnya: mengapa alam semesta serba teratur?)

          sains digunakan sebagai analogi untuk membahas hubungan Tuhan dengan dunia, yakni adanya kesejajaran konseptual antara teori ilmiah dan keyakinan teologi

METODOLOGI

          sains dipahami tidaklah seobyektif dan agama juga dipahami tidaklah sesubyektif – sebagaimana yang diduga.

Sains Obyektif-Subyektif

  • Data ilmiah yang menjadi dasar sains, ternyata melibatkan unsur-unsur subyektifitas
  • Subyektivitas itu terjadi pada asumsi-asumsi teoritis yang digunakan dalam proses pemilahan, pelaporan, dan penafsiran data
  • Sebagian teori sains lahir dari imajinasi kreatif yang di dalamnya mengandalkan analogi dan model
Agama Subyektif-Obyektif

  • Agama tidak sesubyektif yang diduga
  • Data agama (pengalaman keagamaan, ritual, dan kitab sucilebih banyak diwarnai penafsiran konseptual
  • Asbaabun nuzuul
  •  Asbaabul wuruud
4. Tipologi Integrasi

Tipologi ini mempunyai target saling Memadukan antara agama dan sains dan dalam prosesnya yaitu menyerukan perumusan ulang terhadap gagasan-gagasan teologi tradisional, teologi tradisional ini  sendiri dikaji secara lebih ekstensif (luas) dan sistematis

Tiga Versi Integrasi

·         natural theology adalah menjadikan alam sebagai sarana untuk mengetahui Tuhan.Salah satunya yaitu eksistensi Tuhan dapat disimpulkan dari (didukung oleh) bukti desain alam, yang dari alam tersebut dapat menyadari adanya Tuhan



·         theology of nature

o   berangkat dari pemahaman keagamaan yaitu pemahaman keagamaan yang ada disinari dengan sains

o   ITT + S            = TR (Arthur Peacocke)


                                 ITT                         = iman dan teologi tradisional
                                  S                            = sains
                                  TR                         = teologi yang telah direvisi



·         sintesis sistematis  

o   Pemaduan agama dan sains secara lebih sistematis yaitu memberikan kontribusi ke arah pandangan yang lebih koheren.

o   Melalui filsafat proses yaitu setiap peristiwa atau teori baru merupakan produk masa lalu dari tindakan dan aksi Tuhan

Strategi Pengembangan Sains-Teknologi di Dunia Islam Masa Kini dan Mendatang



Strategi Pengembangan Sains-Teknologi meliputi

1. Penciptaan paradigma baru tentang sains-teknologi

    o Paradigma yang dimaksud adalah cara pandang terhadap sains-teknologi

    o Studi sains-teknologi menjadi bagian dari studi Islam (ontologi, epistemologi, dan aksiologi)

    o Paradigma ini tidak lagi memisahkan sains-teknologi dalam posisi yang diametral dengan agama, tetapi sains-teknologi bagian dari agama.

Paradigma baru tentang sains-teknologi seprti gambar dibawah ini


Ontologi Sains-Teknologi

Bahwa secara ontologis, untuk memahami Allah SWT, dapat dilakukan melalui ayat-ayat qauliyyah dan kauniyyah

Lebih dari 750 ayat al-Qur’an membahas tentang fenomena alam

Epistemologi Sains-Teknologi

yaitu meliputi dari bayani,burhani dan irfani seperti gambah dibawah ini
BAYANI

Saintis dan teknokrat muslim harus menjadikan teks al-qur’an dan al-sunnah sebagai sumber   inspirasi

Al-Qur’an dan al-Sunnah tidak boleh hanya dikaji secara literal sebab konteks ayat/hadits tentang
   fenomena alam yang terdapat dalam al-Qur’an dan al-Hadits cenderung menggambarkan kondisi  
   masyarakat Arab

BURHANI

Saintis dan teknokrat muslim harus membiasakan diri melakukan perenungan, pengamatan, verifikasi, eksplorasi dan eksperimen tentang fenomena alam di sekitarnya

Burhani Metode Ilmiah

IRFANI

Paradigma irfani terkait dengan sikap dan aspek esoterik saintis dalam mensikapi suatu fenomena alam

Sains tidak boleh untuk dirinya sendiri yaitu ada misi kekhalifahan manusia di bumi dan kajian sains dan teknologi tidak boleh merusak alam

Aksiologi Sains-Teknologi

Sains-teknologi harus dapat meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT.

Sains-teknologi harus bisa mencerminkan Islam sebagai rahmat bagi semesta alam (rahmatan lil
  ‘aalamiin).

2. Kebijakan pemerintah yang pro pengembangan sains-teknologi





Hubungan Islam dan Sains



Hubungan Sains dan Islam meliputi Kemajuan dan Kemunduran Sains dalam Peradaban Islam.Umat islam dikatakan pelopor kemajaun sains dalam peradaban islam karena pada abad I Hijriyah sampai abad V Hijriyah mempelajari  sains dan melakukan penafsiran ilmiah, dalam hal ini meliputi dua aspek yaitu

Pelopor research tentang alam
Pelopor experimental science

Pandangan Al-Qur’an terhadap Sains

Seluruh pengetahuan, termasuk pengetahuan kealaman (sains), terdapat dalam al-Qur’an. Pendapat ini didukung antara lain oleh al-Ghazali, al-Suyuti, dan Maurice Bucaile.

Al-Qur’an hanya sebagai petunjuk untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Pendapat ini didukung antara lain oleh Ibnu Sina, al-Biruni, dan al-Haitam.

Islam juga mendorong pengembangan sains seperti penjelasan yang terdapat pada Al-quran yaitu

Q.S. Al-’alaq: 1-5


Q.S. Ali-imran: 190-191


Q.S. Al-jaatsiyah: 13


Kemajuan sains dalam peradaban Islam salah satunya juga karena kombinasi seperti gambar dibawah ini



Seperti penjelasan Q.S. Al-mujaadilah: 11



Faktor-faktor Pendorong Kemajuan Sains dalam Peradaban Islam diantaranya

Universalisme

Universalisme bisa diartikan dengan Ukhuwwah Islamiyyah pendorong nya adalah keyakinan dan tujuan hidup yang bertujuan untuk ikatan kebersamaan umat islam


Toleransi

yaitu mau berbagi dan menerima ilmu.sehingga umat islam yang memiliki sikap toleransi akan menghasilkan tidak terisolasi dan rahmat bagi semesta alam.

Karakter Pasar Internasional

Yaitu luasnya jaringan perdagangan,luasnya daerah kekuasaan Islam pada Dinasty Abbasiyah dari India di Timur sampai dengan Andalusia di Barat dan Rihlah ilmiyah (perjalanan untuk mencari ilmu pengetahuan) menjadikan sains-teknologi di dunia Islam maju.

Penghargaan terhadap sains dan saintis

Yaitu penghargaan sains dan saintis yang menyebabkan kemajuan sains, salah satunya seperti yang dilakukan Al-Makmun membangun Baitul Hikmah.

Kesesuaian antara tujuan dan alat/cara

Yaitu Sains dan nilai (etika atau moral) harus berjalan bersamaan

Kemunduran Sains dalam Peradaban Islam

Kemunduran ini terjadi karena konflik Sains dan Islam diantaranya IHYA’ ULUMIDDIN menyerukan umat Islam untuk kembali menghidupkan ilmu-ilmu agama sehingga terjadi kesalah pahaman dalam memahami larangan untuk mempelajari sains, sehingga budaya mempelajari sains ditinggalkan.




Sabtu, 17 November 2012

Anggota Kelompok


Rasyid Y Saputra                  (10650026)
Ihsan Sinatria R                    (10650032)
Fuad Hasan                          (10650047)
Dian Purnama                       (10650050)

Model Integrasi-Interkoneksi



Model integrasi interkoneksi terbagi menjadi 3 bagian :
a.       Model Informatif
b.      Model Konfirmatif (klarifikatif)
c.       Model Korektif

a.     Model Informatif
Model informatif yaitu suatu disiplin ilmu yang memberikan informasi kepada disiplin ilmu yang lain. Contohnya : Ilmu Islam (Al-qur’an) memberikan informasi kepada ilmu sains dan teknologi bahwa matahari memancarkan cahaya sedangkan bulan memantulkan cahaya


b.     Model Konfirmatif/Klarifikatif
Model konfirmatif/klarifikatif yaitu suatu displin ilmu yang memberikan penegasan kepada disiplin ilmu yang lain. Contohnya : Informasi tentang tempat-tempat (manaazil) bulan dalam Q.S. Yunus: 5, dipertegas oleh ilmu sains dan teknologi (orbit bulan mengelilingi matahari berbentuk elips)



c.      Model Korektif
Model korektif yaitu suatu disiplin ilmu yang mengoreksi disiplin ilmu yang lain. Contohnya : Teori Darwin yang mengatakan bahwa manusia dan kera berasal dari satu induk, dikoreksi oleh Al-Qur’an.

Ranah Integrasi-Interkoneksi



Ranah Materi
muatan dasar dari tiap disiplin ilmu





Ranah Metodologi
metode pengembangan keilmuan tiap disiplin ilmu






Ranah Filosofi
nilai fundamental dari tiap disiplin ilmu



Jumat, 16 November 2012

Landasan Integrasi-Interkoneksi





Landasan Normatif-Teologis
Adalah salah satu landasan integrasi-interkoneksi dengan cara memahami sesuatu dengan menggunakan ajaran yang diyakini berasal dari Tuhan (Abuddin Nata dkk, 2005). Landasan ini bersifat MUTLAK. Sifat mutlak sendiri ada 2 yaitu :
- Mutlak teks dan tujuan teks
Organisasi yang mengikuti sifat ini seperti Muhammadiyah, PERSIS, Tarbiyah, MTA.
     - Mutlak hanya tujuan teks
Organisasi yang mengikuti sifat ini seperti NU (Nadhlatul Ulama)

Landasan normatif-teologis tidak membedakan antara ilmu-ilmu agama (Islam) dan ilmu-ilmu umum (sains-teknologi dan sosial-humaniora)
















Ayat tersebut menjelaskan bahwa kita tidak boleh memisahkan antara kepentingan kehidupan akherat (ilmu-ilmu agama) dan kepentingan kehidupan di dunia (ilmu-ilmu umum).



Ayat-ayat yang berhubungan dengan ilmu umum



Al Qur’an juga memuattentang metode pengembangan ilmu pengetahuan termasuk ilmu matematika, sebagai contoh



Ayat integrasi iman-ilmu-alam


Landasan Filosofis
Secara ontologis, obyek studi ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum termasuk ilmumatematika, memang dapat dibedakan. Ilmu-ilmu agama mempunyai obyek wahyu, sedangkan ilmu-ilmu umum mempunyai obyek alam semesta beserta isinya.Tetapi kedua obyek tersebut sama-sama berasal dari Tuhan (Allah SWT), sehingga pada hakekatnya antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum termasuk ilmu matematika, ada kaitan satu dengan yang lain.
Secara epistemologis, ilmu-ilmu agama (islam) dibangun dengan pendekatan normatif, sedangkan ilmu-ilmu umum dibangun dengan pendekatan empiris. Tetapi, wahyu yang bersifat benar mutlak itu sesuai dengan fakta empiris. Dengan demikian baik pendekatan normatif maupun pendekatan empirik, kedua-duanya digunakan dalam membangun ilmu-ilmu agama maupun ilmu-ilmu umum.
Secara aksiologis, ilmu-ilmu umum bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup di dunia, sedangkan ilmu-ilmu agama bertujuan untuk mensejahterakan kehidupan umat manusia di dunia dan akhirat. Sehingga ilmu-ilmu umum termasuk ilmu matematika perlu diberi sentuhan ilmu-ilmu agama sehingga tidak hanya kebahagiaan dunia yang diperoleh tetapi juga kebahagiaan di akhirat.

Landasan Kultural dan Sosiologis
Keberadaan UIN Sunan Kalijaga di Indonesia, berbeda dengan kebudayaan Arab tempat Islam diturunkan dan kebudayaan Barat tempat berkembangnya ilmu pengetahuan. Proses pendidikan tidak boleh mengabaikan budaya lokal, baik dalam menerjemahkan Islam maupun pengembangkan ilmu pengetahuan. Sehingga tidak terjadi elitisme agama dan ilmu pengetahuan yang mengakibatkan kerusakan.
Jika UIN hanya mengembangkan tafsir nilai-nilai keislaman berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist (hadlarah al-Nash) dan ilmu pengetahuan (hadlarah al-’Ilm) maka UIN tidak menghasilkan sarjana yang menghasilkan kontribusi nyata kepada masyarakat Indonesia. Sehingga diperlukan mendialogkan kedua hadlarah di atas dengan hadlarah falsafah yang konsen dengan aspek praktis kontekstual dalam kultur lokal masyarakat.


Landasan Psikologis
Paradigma integrasi-interkoneksi yang ditawarkan UIN dimaksudkan untuk membaca dan memahami kehidupan manusia yang kompleks secara padu dan holistik.
Hal ini akan terwujud dengan menyiapkan dan mencetak mahasiswa menjadi sosok pribadi muslim yang utuh.
DOMAIN
Integrasi-Interkoneksi
Potensi dari ALLAH
Aspek Psikologis yang harus dicapai
Hadlarah al-Nash
hati
Iman / Aqidah yang kuat
Hadlarah al-’Ilm
akal
Ilmu / wawasan yang luas
Hadlarah al-Falsafah
Jasad / badan
Amal/kinerja yang produktif
Sosok mahasiswa yang diharapkan :
     Memiliki iman dan aqidah yang kuat, tertanam menghunjam dalam hati yang kokoh
     Memiliki ilmu pengetahuan yang luas, tidak hanya keilmuan di bidangnya saja
     Memiliki amal dan kenerja yang produktif, memberi kemanfaatan kepada lingkungan   masyarakatnya
Pertentangan ketiga ranah/domain tersebut dalam diri seseorang dapat menimbulkan keterpecahan kepribadian (personality disorder / split personality). Terjadi konflik antara yang diyakini dengan yang dipikirkan juga dengan yang dihadapi dalam realitas kehidupan


Landasan Historis
Perkembangan ilmu pengetahuan pada abad pertengahan didominasi oleh ilmu-ilmu agama. Ilmu-ilmu umum termasuk ilmu matematika kurang berkembang karena tekanan dari ilmu-ilmu agama. Pada masa ini hubungan antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum tidak harmonis.
Pada abad modern, tekanan dari ilmu-ilmu agama mulai berkurang bahkan hampir tidak ada. Berkurangnya/hilangnya tekanan ilmu-ilmu agama, menyebabkan berkembangnya ilmu-ilmu umum secara pesat. Tidak adanya sentuhan agama pada ilmu-ilmu umum, mengakibatkan ilmu-ilmu umum berkembang dengan mengabaikan norma-norma agama dan etika kemanusiaan.
Belajar dari perkembangan keilmuan di atas, pengembangan ilmu pengetahuan, baik ilmu-ilmu agama maupun ilmu-ilmu umum termasuk ilmu matematika harus berjalan beriringan, tidak boleh satu disiplin ilmu mendominasi disiplin ilmu yang lain. Dengan memadukan antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum, tujuan akhir dari ilmu pengetahuan yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan umat manusia dan menjaga kelestarian alam, dapat tercapai.