Sabtu, 01 Desember 2012

Mencari Titik Temu Konsep Sains dengan Ajaran Agama


Dewasa ini manusia sedang menghadapi pilihan orientasi hidup yang krusial antara memilioh agama atau sains. Para penentang agama/sekuler, menyatakan bahwa dalam menafsirkan alam tidaklah merupakan keharusan menghubungkannya dengan Tuhan,sebab mereka dapat menafsirkan alam dalam segala fase dan periodenya  berdasarkan penemuan modern tanpa menghubungkanya dengan Tuhan.Tuhan bagi mereka adalah pikiran non-esensial.Walaupun ada suatu anggapan yang demikian, tetapi hampir semua ilmuan modern sepakat bahwa semua peristiwa yang terjadi di alam berjalan menurut satu aturan sentral yang dikenal dengan law of nature (hukum alam).

Dalam menghadapi kenyataan tersebut para ilmuan ada yang menghubungkan dengan dzat pencipta (Tuhan) dan ada yang berhenti pada gejala alam .Bagi mereka yang analisinya berhenti pada gejala alam akan membuat suatu statemen yang sangat rasional dengan pendekatan ilmiah,seperti Imanuel Kant menyatakan suatu statemen ‘berikan padaku suatu benda,akan saya ajarkan anda bagaiman alam dibuat dari padanya ’;Hegel juga membuat statemen ‘saya bisa membuat manusia jika ada air,zat kimia dan wktu kesempatan’;sedang Nietzsche yang banyak dianut ilmuan Barat dengan pernyataan yang menjadi akar pemikiran filsafatnya yang mengatakan bahwa ‘Got is Dead’.lain halnya dengan mereka yang menghubungkan realitas ini dengan Dzat Pencipta, agama bagi golongan ilmuan ini merupakan alternative terbaik untuk realitas sejati.Dari dua alur pemikiran ini kemudia muncul pernyataan  falsafi,apakah hakikat final dari alam kosmos; materi,akal atau ruh?Apakah alam kosmos produk dari proses kerja materi?ataukah alam kosmos merupakan ciptaan dari kekuatan non materi?

Untuk menjawab pertanyaan ini dengan benar,perlu pengkajian kembali tentang kebenaran serta kemampuan pencarian kebenaran yang dilakukan sains, fisafat dan agama.menurut Asghar Ali Engineer , kebenaran bukanlah semata-mata kesesuaian dengan kenyataan, bukan pula suatu yang bersifat transendental  semata,ia adalah keduanya sekaligus ,Ia tidak dapat mengabaikan realitas ruang waktu tertentu.Ia juga tidak bisa mengabaikan dimensi transendentalnya ,karena kebenaran bergerak dari realitas kepada kemungkinan .Ali Imron menyatakan bahwa kebenaran yang dapat dicapai oleh filsafat,dan sains bersifat relatif, ini disebabkan kajian yang dilakukan oleh sains membatasi kepada kenyataan  (data atau fakata, fenomena dan pengalaman),sedangkan filsafat membatasi kajianya pada hakikat semua kenyataan yang didasarkan pada pendekatan rasio  murni. Pencarian kebenaran yang dilakukan oleh filsafat senantiasa terbentur oleh kemampuan pikiran manusia dalam menganalisis hakikat realitas melalui metode yang dilakukan filsafat.Untuk itu sebagai solusi alternatif untuk mencapai kebenaran hakiki hanya dapat dilakukan oleh agama, dan fungsi agama akan semakin dipertegas oleh ketidak mampuan ilmu pengetahuan menyingkap misteri kebenaran hakiki transenden yang bersifat mistis dan pengambilanya sebagai landasan berfikir ilmiah, sehingga pertentangan antara agama dan sains sebenarnya tidak perlu ada atau diada-adakan.

Ilmu pengetahuan akan mempelajari bagian alam material secara terpisah, mendapat informasi tentang setiap fenomena, mencapai kesimpulan tertentu dan menarik hukum tertentu berdasar informasi tersebut, sebaliknya agama mengajak kepada manusia untuk mempelajari alam secara keseluruhandan mengajak melihat realitas tunggal yang meliputinya. Ilmu pengetahuan mencapai sang pencipta melalui pengamatan dan eksperimen dengan ketepatan dan kepastian hokum yang mengatur fenomena alam, dan agam menunjukkan realitas intelektual dibelakangnya(Tuhan). Ketika agama menekankan kepercayaan terhadap kehidupan akhirat, ia sebenarnya sedang membantu manusai yang fana dalam kesungguhan upayanya dalam menempuh jalan kebaikan  universal dan merajut nilai-nilai keabadian. Kepercayaan kepada Dzat Pencipta menurut A’isyah Abdurrahman akan menjaga manusia dari faham ketiadaan (nihilisme),yang menghancurkan kehendak hidup, karena manusia pada dasarnya memiliki bayangan bahwa kehidupan dunia yang sementara ini hanyalah ujian terhadap kemampuannya mengemban keharusan eksistensial dan amanat kemanusiaan.

1.     Keselarasan konsep Sains dengan Ajaran Islam

Alquran telah member i persepsi baru dalam membuka forum dialog azali antara Allah SWT dengan manusia.Arti agama dalam Islam diungkapkan dengan kata din,yang yang buka sekedar konsep,tetapi merupakan ungkapan yang diterjemahkan amat baik ke dalam realitas,dan dihidupi dalam pengalaman manusia.Sumber trertinggi dari pengertian din diturunkan dari riwayat al-Quran yang mengungkapkan adanya perjanjian(Al-Mitsaq) antara diri pra eksisitensi manusia dengan Tuhan.Nama Islam berarti penyerahan diri kepada Tuhan.Gagasan penyerahan diri itu sendiri sudah tercakup perasaan,iman,dan perbuatan .tetapi unsure pokok dalam tindakan penyerahan diri manusia kepada Tuhan ini adalah rasa berhutangnya kepada Tuhan karean iya telah member anugerah eksisitensi kepada manusia, sehingga rasa berhutang yang meliputi pengenalan dan pengakuan akan Tuhan sebagai pemberi eksisitensi merupakan syarat pendahulu bagi penyerahan diri yang benar.   

Salah satu noktah kosmologi al-Qur’an sebagaimana yang dikemukakan Nurcholis Madjid ialah kebenaran(haqqiyya) alam ciptaan Allah ini, yaitu bahwa alam raya ini diciptakan oleh Allah dengan benar(bi al-Haq). Sebagaimana firman Allah QS.Az-Zumar,(39):5
‘Dan Allah menciptakan langit dan bumi dengan benar’
Kebenaran alam ini mempunyai makna yang luas sekali, antara lain karena ia itu benar atau diciptakan dengan benar, maka alam ini memiliki hakikit (haqiqah) yaitu kenyataan yang benar atau benar-benar (kebenaran hakiki). Ini bisa dipahami lebih baik dengan membandingkan kosmologi islam yang memberi gambaran semua alam (al-adam al mahdl/nirwana).

Dalam QS.Al-baqarah, (2):164.
‘Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi silih bergantinya malam  dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan itu. Dia hidupkan bumi setelah mati (kering) dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi .Sesungguhnya terdapat tanda-tanda (ke-Esaan,kebenaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.’

                Untuk memperjelas keselarasan antara Islam dan Sains, dapat dilihat melalui table berikut:



Dengan demikian, Islam senantiasa mendorong manusia agar mempelajari fenomena fisik ala mini. Ia menunjukkan kepada manusia bahwa materi tidak harus dipandang rendah, sebab ia memiliki tanda yang akan dapat membawa manusia lebih dekat kepada Allah. Dengan cara ini al-Qur’an menolong manusia untuk lebih dekat kepada Allah melalui observasi dan refleksi tentang dunia material, teori dan fenomenanya. Dalam ungkapan yang sederhana , al-Qur’an  berusaha menyingkap kejaiban alam dan fenomena fisik yang beragam, dan melaluinya akan dapat mendekatkan diri pada Sang Pencipta (al-Khaliq).

Ajaran Islam yang demikian ini, menurut Arkoun menunjukkan bahwa penelitian ilmiah tidak menghadapi halangan religius dalam ranah islam.al-Quran selalu mengundang orang yang beriman untuk melihat dunia ciptaan agar dapat menghargai keagungan dan kekuasaan Tuhan. Pengetahuan ilmiah tentang alam,bintang,planet,flora, dan fauna hanya akan memperkuat iman dan memancarkan hidayah simbolik al-Quran. Juga agar literatur  mirabilia (kemu’jizatan alam) menjadi jalan tengah antara pengalaman ilmiah dengan kontemplasi religius mengenai kebaikan dan kekuasaan Tuhan.

           2. Tauhid: Landasan Berfikir Ilmiah

Tauhid digunakan sebagai landasan berfikir ilmiah sebagaimana diungkapkan Ismail Raji’ Al-Faruqi dalam Tauhid Dasar Peradaban Islam, minimal memiliki tiga prinsip.

a.      Prinsip Dualitas

Yaitu realitas meliputi dua kategori umum, yaitu Tuhan dan bukan Tuhan (pencipta dan ciptaan). Realitas pertama memiliki satu anggota yaitu Allah yang bersifat mutlak dan maha kuasa. Realitas kedua berupa tatanan ruang dan waktu, pengalaman dan proses penciptaan.

b.      Prinsip Ideasionalitas

Yaitu hubungan antara dua struktur realitas (pencipta dan ciptaan ) pada dasarnya bersifat ideasional. Dasar pikiranya adalah bahwa dalam diri manusia terdapat kemampuan berfikir (faculty of understanding) .kemampuan ini akan dapat membawa manusia terhadap suatu pemahaman ketuhanan.

c.       Prinsip Teleologi

Yaitu hakikat kosmos (universum) bersifat teleologis, yakni bertujuan, terencana, atau didasarkan pada maksud tertentu sang pencipta. Karena inilah, ada suatu sunnatullah (natural law/hukum alam) sebagai pola yang diciptakan oleh Tuhan di dunia.

Daftar Pustaka


Habib, Zainal. 2007 . Islamisasi Sains Mengembangkan Integrasi, Mendialogkan Perspektif.  Malang: Uin-Malang Press.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar