Dewasa ini manusia sedang
menghadapi pilihan orientasi hidup yang krusial antara memilioh agama atau
sains. Para penentang agama/sekuler, menyatakan bahwa dalam menafsirkan alam
tidaklah merupakan keharusan menghubungkannya dengan Tuhan,sebab mereka dapat
menafsirkan alam dalam segala fase dan periodenya berdasarkan penemuan modern tanpa
menghubungkanya dengan Tuhan.Tuhan bagi mereka adalah pikiran
non-esensial.Walaupun ada suatu anggapan yang demikian, tetapi hampir semua
ilmuan modern sepakat bahwa semua peristiwa yang terjadi di alam berjalan
menurut satu aturan sentral yang dikenal dengan law of nature (hukum alam).
Dalam menghadapi kenyataan
tersebut para ilmuan ada yang menghubungkan dengan dzat pencipta (Tuhan) dan
ada yang berhenti pada gejala alam .Bagi mereka yang analisinya berhenti pada
gejala alam akan membuat suatu statemen yang sangat rasional dengan pendekatan
ilmiah,seperti Imanuel Kant menyatakan suatu statemen ‘berikan padaku suatu benda,akan
saya ajarkan anda bagaiman alam dibuat dari padanya ’;Hegel juga membuat
statemen ‘saya bisa membuat manusia jika ada air,zat kimia dan wktu kesempatan’;sedang
Nietzsche yang banyak dianut ilmuan Barat dengan pernyataan yang menjadi akar
pemikiran filsafatnya yang mengatakan bahwa ‘Got is Dead’.lain halnya dengan
mereka yang menghubungkan realitas ini dengan Dzat Pencipta, agama bagi
golongan ilmuan ini merupakan alternative terbaik untuk realitas sejati.Dari
dua alur pemikiran ini kemudia muncul pernyataan falsafi,apakah hakikat final dari alam
kosmos; materi,akal atau ruh?Apakah alam kosmos produk dari proses kerja
materi?ataukah alam kosmos merupakan ciptaan dari kekuatan non materi?
Untuk menjawab pertanyaan ini
dengan benar,perlu pengkajian kembali tentang kebenaran serta kemampuan
pencarian kebenaran yang dilakukan sains, fisafat dan agama.menurut Asghar Ali
Engineer , kebenaran bukanlah semata-mata kesesuaian dengan kenyataan, bukan
pula suatu yang bersifat transendental semata,ia adalah keduanya sekaligus ,Ia tidak
dapat mengabaikan realitas ruang waktu tertentu.Ia juga tidak bisa mengabaikan dimensi
transendentalnya ,karena kebenaran bergerak dari realitas kepada kemungkinan
.Ali Imron menyatakan bahwa kebenaran yang dapat dicapai oleh filsafat,dan
sains bersifat relatif, ini disebabkan kajian yang dilakukan oleh sains
membatasi kepada kenyataan (data atau
fakata, fenomena dan pengalaman),sedangkan filsafat membatasi kajianya pada hakikat
semua kenyataan yang didasarkan pada pendekatan rasio murni. Pencarian kebenaran yang dilakukan
oleh filsafat senantiasa terbentur oleh kemampuan pikiran manusia dalam
menganalisis hakikat realitas melalui metode yang dilakukan filsafat.Untuk itu
sebagai solusi alternatif untuk mencapai kebenaran hakiki hanya dapat dilakukan
oleh agama, dan fungsi agama akan semakin dipertegas oleh ketidak mampuan ilmu
pengetahuan menyingkap misteri kebenaran hakiki transenden yang bersifat mistis
dan pengambilanya sebagai landasan berfikir ilmiah, sehingga pertentangan
antara agama dan sains sebenarnya tidak perlu ada atau diada-adakan.
Ilmu pengetahuan akan mempelajari
bagian alam material secara terpisah, mendapat informasi tentang setiap
fenomena, mencapai kesimpulan tertentu dan menarik hukum tertentu berdasar
informasi tersebut, sebaliknya agama mengajak kepada manusia untuk mempelajari
alam secara keseluruhandan mengajak melihat realitas tunggal yang meliputinya.
Ilmu pengetahuan mencapai sang pencipta melalui pengamatan dan eksperimen
dengan ketepatan dan kepastian hokum yang mengatur fenomena alam, dan agam
menunjukkan realitas intelektual dibelakangnya(Tuhan). Ketika agama menekankan
kepercayaan terhadap kehidupan akhirat, ia sebenarnya sedang membantu manusai yang
fana dalam kesungguhan upayanya dalam menempuh jalan kebaikan universal dan merajut nilai-nilai keabadian.
Kepercayaan kepada Dzat Pencipta menurut A’isyah Abdurrahman akan menjaga
manusia dari faham ketiadaan (nihilisme),yang menghancurkan kehendak hidup,
karena manusia pada dasarnya memiliki bayangan bahwa kehidupan dunia yang
sementara ini hanyalah ujian terhadap kemampuannya mengemban keharusan
eksistensial dan amanat kemanusiaan.
1. Keselarasan konsep
Sains dengan Ajaran Islam
Alquran telah member i persepsi
baru dalam membuka forum dialog azali antara Allah SWT dengan manusia.Arti agama
dalam Islam diungkapkan dengan kata din,yang yang buka sekedar konsep,tetapi
merupakan ungkapan yang diterjemahkan amat baik ke dalam realitas,dan dihidupi
dalam pengalaman manusia.Sumber trertinggi dari pengertian din diturunkan dari
riwayat al-Quran yang mengungkapkan adanya perjanjian(Al-Mitsaq) antara diri pra
eksisitensi manusia dengan Tuhan.Nama Islam berarti penyerahan diri kepada
Tuhan.Gagasan penyerahan diri itu sendiri sudah tercakup perasaan,iman,dan
perbuatan .tetapi unsure pokok dalam tindakan penyerahan diri manusia kepada
Tuhan ini adalah rasa berhutangnya kepada Tuhan karean iya telah member anugerah
eksisitensi kepada manusia, sehingga rasa berhutang yang meliputi pengenalan
dan pengakuan akan Tuhan sebagai pemberi eksisitensi merupakan syarat pendahulu
bagi penyerahan diri yang benar.
Salah satu noktah kosmologi al-Qur’an
sebagaimana yang dikemukakan Nurcholis Madjid ialah kebenaran(haqqiyya) alam
ciptaan Allah ini, yaitu bahwa alam raya ini diciptakan oleh Allah dengan
benar(bi al-Haq). Sebagaimana firman Allah QS.Az-Zumar,(39):5
‘Dan Allah menciptakan langit
dan bumi dengan benar’
Kebenaran alam ini mempunyai
makna yang luas sekali, antara lain karena ia itu benar atau diciptakan dengan
benar, maka alam ini memiliki hakikit (haqiqah) yaitu kenyataan yang benar atau
benar-benar (kebenaran hakiki). Ini bisa dipahami lebih baik dengan membandingkan
kosmologi islam yang memberi gambaran semua alam (al-adam al mahdl/nirwana).
Dalam QS.Al-baqarah, (2):164.
‘Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi silih
bergantinya malam dan siang, bahtera
yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia dan apa yang Allah
turunkan dari langit berupa air, lalu dengan itu. Dia hidupkan bumi setelah
mati (kering) dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan dan pengisaran
angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi .Sesungguhnya terdapat tanda-tanda
(ke-Esaan,kebenaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.’
Untuk memperjelas
keselarasan antara Islam dan Sains, dapat dilihat melalui table berikut:
Dengan demikian, Islam senantiasa
mendorong manusia agar mempelajari fenomena fisik ala mini. Ia menunjukkan
kepada manusia bahwa materi tidak harus dipandang rendah, sebab ia memiliki
tanda yang akan dapat membawa manusia lebih dekat kepada Allah. Dengan cara ini
al-Qur’an menolong manusia untuk lebih dekat kepada Allah melalui observasi dan
refleksi tentang dunia material, teori dan fenomenanya. Dalam ungkapan yang
sederhana , al-Qur’an berusaha
menyingkap kejaiban alam dan fenomena fisik yang beragam, dan melaluinya akan
dapat mendekatkan diri pada Sang Pencipta (al-Khaliq).
Ajaran Islam yang demikian ini,
menurut Arkoun menunjukkan bahwa penelitian ilmiah tidak menghadapi halangan religius
dalam ranah islam.al-Quran selalu mengundang orang yang beriman untuk melihat dunia
ciptaan agar dapat menghargai keagungan dan kekuasaan Tuhan. Pengetahuan ilmiah
tentang alam,bintang,planet,flora, dan fauna hanya akan memperkuat iman dan
memancarkan hidayah simbolik al-Quran. Juga agar literatur mirabilia (kemu’jizatan alam) menjadi jalan
tengah antara pengalaman ilmiah dengan kontemplasi religius mengenai kebaikan
dan kekuasaan Tuhan.
2. Tauhid: Landasan
Berfikir Ilmiah
Tauhid digunakan sebagai landasan berfikir
ilmiah sebagaimana diungkapkan Ismail Raji’ Al-Faruqi dalam Tauhid Dasar
Peradaban Islam, minimal memiliki tiga prinsip.
a.
Prinsip Dualitas
Yaitu realitas meliputi dua kategori umum, yaitu Tuhan dan bukan Tuhan (pencipta
dan ciptaan). Realitas pertama memiliki satu anggota yaitu Allah yang bersifat
mutlak dan maha kuasa. Realitas kedua berupa tatanan ruang dan waktu,
pengalaman dan proses penciptaan.
b.
Prinsip
Ideasionalitas
Yaitu hubungan antara dua struktur realitas (pencipta dan ciptaan ) pada
dasarnya bersifat ideasional. Dasar pikiranya adalah bahwa dalam diri manusia
terdapat kemampuan berfikir (faculty of understanding) .kemampuan ini akan
dapat membawa manusia terhadap suatu pemahaman ketuhanan.
c.
Prinsip Teleologi
Yaitu
hakikat kosmos (universum) bersifat teleologis, yakni bertujuan, terencana,
atau didasarkan pada maksud tertentu sang pencipta. Karena inilah, ada suatu
sunnatullah (natural law/hukum alam) sebagai pola yang diciptakan oleh Tuhan di
dunia.
Daftar Pustaka
Daftar Pustaka
Habib, Zainal. 2007 . Islamisasi Sains Mengembangkan
Integrasi, Mendialogkan Perspektif. Malang: Uin-Malang Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar